Model Ijtihad Saintifik Dalam Hukum Islam
Akhmad Muhaini
Kata Kunci:
Ijtihad, saintifik, hukum IslamAbstrak
Tulisan ini lebih memfokuskan pada ijtihad seputar ibadah mahdhah. Dalam hal ini, penulis akan mengkaji hukum ijtihad. Seperti, kapan ijtihad menjadi fardhu „ain, dan ketika bagaimana menjadi fardhu kifayah?. Setelah itu, penulis akan mendeskripsikan hasil ijtihad para pemikir Islam untuk kemudian, penulis menganalisis temuan-temuan hasil ijtihad para pakar sebagai endingnya.
Secara deskriptif-analitik, tulisan ini termasuk library researh. Karena data yang digunakan seputar buku, jurnal dan sumber internet. Hasil diskusi dari fokus tulisan ini adalah ijtihad harus dipahami sebagai usaha untuk kemashlahatan di dunia dan akhirat. Karenanya, hasil dari ijtihad harus dapat dipertanggungjawabkan, baik secara keilmuan maupun secara syar‟i. Adapun keinginan pemerintah untuk menyatukan perbedaan hasil ijtihad, itu dipahami dalamrangka ijtihad kolektif, dimana para pakar bertemu untuk menyatukan persepsi tanpa mengeliminir salah satu pendapat.
Baitul Mal adalah suatu lembaga atau pihak (al jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Baitul Mal ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw terutama ketika Beliau sudah hijrah ke Madinah, karena sudah mulai ada pemerintahan yang mengatur segala aspek keummatan pada zaman itu. Walapun masih sederhana kondisi zaman itu akan tetapi Rosulullah saw sudah mebentuk adanya baitul mal, dimana tugasnya untuk mengelola harta Negara berupa Kharaj. Zakat, Khums, Jizya, dan penerimaan lain, seperti denda/ kaffarat, misalnya denda yang dikenakan kepada suami isteri yang berhubungan di siang hari pada bulan puasa.
Pendapatan yang didapatkan oleh Baitul Mal itu dipergunakan untuk kebutuhan bekal pasukan perang, gaji para pegawai pemerintah, membangun masjid, membangun failitas ummat dan menyantuni orang miskin. Pada perjalanan sejaran, Baitul Mal ini terus berkembang seiring dengan kekuasaan Islam yang semakin luas, baik zaman Kholifaturrasyidin, Bani Umayyah, Bani Abasyiah, dan Bani Turki Ustmani. Sampai pada sebuah kesimpulan bahwa Nabi Muhammad Saw sudah menyusun pondasi-pondasi tentang Baitul Mal ini sehingga bisa menjadi kerangka dasar dalam pengelolaan kas Negara bagi para penerusnya.
Namun untuk masa mederen ini terutama negara yang bukan negara bersisitem Islam tidak bisa menjalankannya, sehingga di Indonesia sendiri fungsi-fungsi baitul mal tidak sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah, justru oleh organisasi masyarakat seperti pengelolaan zakat adanya lembaga amil zakat, untuk keuangan mikronya ada BMT (baitul mal watanwil).